Beranda > Uncategorized > >Kalahkan Singapura, Kehidupan Malam seperti New York

>Kalahkan Singapura, Kehidupan Malam seperti New York

>Pesatnya Perkembangan Turisme Kota Beijing (1)

Pembenahan kota Beijing yang gila-gilaan dalam lima tahun terakhir, telah membuat kota ini sangat modern, bersih, dan begitu cantik. Beijing-lah kota paling elegan di Tiongkok. Turisme-kota di Asia yang selama ini hanya disimbolkan oleh Singapura, segera diambil alih Beijing. Berikut Dahlan Iskan yang baru mengikuti World Media Summit (WMS) 2009 di Great Hall of the People, Beijing.

Kalau dulu hanya ditemani Wangfujing, kini pusat turisme Tian An Men –Forbiden City sudah dikitari tiga pusat kya-kya sekaligus. Masing-masing dengan ciri khas dan segmennya sendiri-sendiri. Ditambah pembangunan CDB (Central Business District) di arah timur Tian An Men, saya sudah bisa membuat kesimpulan ini: turisme-kota di Asia yang selama ini hanya disimbolkan oleh Singapura, segera diambil alih Beijing.

Setelah penutupan World Media Summit, saya pergi ke CDB dan naik ke lantai 66 sebuah gedung baru di kompleks yang isinya hanya gedung-gedung yang menuding langit. Saya masuk ke restorannya di beberapa lantai di atas lantai 66, lalu naik lagi untuk mengintip diskoteknya, naik lagi untuk melongok ke bar-barnya: saya tidak tahu lagi kalau malam itu berada di Beijing yang pernah saya kenal. Saya sudah seperti berada di kehidupan malam Los Angeles, atau New York, atau Tokyo. Sudah mengalahkan Singapura.

Di samping wisata yang mengandalkan kekunoannya, belanjanya, dan kya-kyanya, kini Beijing pun sudah memiliki wisata hiburan malam yang elegannya seperti di Barat. Bahkan, dengan alokasi ruangan yang lebih besar. Ini karena Beijing juga sudah menjadi salah satu pusat keuangan di luar Shanghai dan Shenzhen.

Pembenahan Kota Beijing yang gila-gilaan lima tahun terakhir memang telah membuat kota ini sangat modern, bersih, cantik, dan terasa sekali sangat elegan. Beijing-lah kota paling elegan di Tiongkok. Sudah lebih 15 tahun ini saya tidak pernah tidak ke Beijing setiap tahun. Yakni, sejak saya masih tinggal di hotel yang di halamannya masih berserakan batubara yang sangat kotor untuk menyediakan air panas sampai kini masuk ke hotel yang lobinya saja di lantai 66. Bahkan belakangan, dengan semakin banyaknya kegiatan, saya bisa ke Beijing tiga-lima kali setahun. Saya bisa ”menggrafikkan” dengan baik perkembangan Beijing dari tahun ke tahun. Terasa sekali ambisinya untuk mengalahkan Tokyo segera terwujud. Tidak lagi memperhitungkan Singapura.

Maka, kalau dulu turisme hanya mengandalkan peninggalan kuno yang memang sangat berharga seperti Kota Terlarang dan Tembok Besar, kini Beijing sudah benar-benar masuk ke turisme-kota. Tian An Men dengan Forbiden Citynya, terus dibenahi sehingga kekunoannya ditambahi daya tarik modernisasi: air mancur bermain di sepanjang tembok depan Kota Terlarang, perombakan tata cahaya di waktu malam dan vtron-vtron raksasa. Orang yang pernah ke kawasan Tian An Men pun akan selalu ingin melihat perkembangan barunya.

Dari sini, ke timur sedikit ada tempat jalan-jalan Wangfujing yang sudah legendaris, tapi juga terus diperbarui. Kini orang juga sudah diberi pilihan untuk jalan-jalan ke arah barat: Xidan. Kawasan inilah yang disiapkan untuk anak-anak muda dengan turisme gaya hidup mudanya.

Bahkan, sekarang ini (baru sekali ini saya lihat karena memang baru saja jadi), kampung di belakang (selatan) Tian An Men sudah pula diubah menjadi pusat jalan-jalan baru yang desainnya sangat modern, tapi dengan ciri khas Tiongkok. Inilah pusat kya-kya baru yang khas dan elegan sepanjang 1 km: Qianmen.

Begitu kuatnya pembentukan ciri khas pusat jalan-jalan di Qianmen ini, sehingga tidak satu gerai pun yang boleh melanggar ciri khas yang sudah ditetapkan. Tidak ada kompromi untuk mencapai pencitraan yang kuat itu. Merek terkuat di dunia seperti Starbuck pun harus tunduk. Tidak boleh menampilkan logo Starbuck yang amat spesial itu di sini. Warna gerainya juga tidak boleh menggunakan warna khas Starbuck. Harus diubah menjadi agak abu-abu-hitam yang mencitrakan bangunan modern, tapi terasa kuno.

Inilah rasanya kasus marketing di mana pemilik merek yang menguasai dunia harus kalah total di Beijing. Sampai-sampai di papan nama besar di luarnya pun tidak boleh ada tulisan Starbuck. Yang boleh adalah tulisan Xing Pa Ke dalam huruf Mandarin. Xing Pa Ke adalah nama Mandarin untuk Starbuck sebagaimana nama Iskan menjadi Yu Shi Gan. Nama Starbuck hanya boleh ditulis kecil di bawah samping gerai, itu pun di barisan kedua. Maka, orang asing yang jalan-jalan ke situ tidak akan mengira kalau gerai itu adalah gerai Starbuck.

Ini menandakan bahwa posisi tawar pusat jalan-jalan Qianmen sangat kuat. Sampai bisa membuat merek kelas dunia tunduk pada aturannya. Saya jadi ingat ketika diberi hak sewa tiga tahun untuk mengelola Jalan Kembang Jepun menjadi Kya Kya di malam hari: ingin mengecat bangunan di sepanjang Jalan Kembang Jepun saja tidak mendapat respons dari pemiliknya. Betapa lemahnya posisi saya saat itu. Mungkin juga karena saat itu, saya hanya dapat hak kelola dari pemda tiga tahun sehingga tidak bisa mendapat kepercayaan pasar.

Di Qianmen ini bahkan restoran Peking Duck tertua di Tiongkok (tahun ini berumur 145 tahun) harus tunduk pula. Akibatnya, restoran ini harus mundur ke barisan kedua di belakang bangunan barisan pertama. Kalaupun ngotot tetap buka di barisan pertama, restoran ini tidak akan bisa mendapat jatah ruang yang luas. Padahal, ribuan orang makan bebek di sini.

Saya harus minta tolong teman di Beijing mengantrekan sejak pukul 15.00 untuk bisa mengajak rombongan para pengelola DBL dari seluruh Indonesia, untuk makan pukul 16.30 (saat restoran mulai dibuka). Itu pun sudah kalah dulu. Mendapat nomor 17.

Tembok depan berumur 145 tahun yang menjadi ciri khas restoran ini pun harus dipindah! Tidak cocok dengan karakter yang ingin dibentuk pusat jalan-jalan ini. Pemilik restoran terpaksa mengabadikan tembok bersejarah itu dengan cara membangun tembok baru dengan desain yang sama di pintu masuknya yang baru, di barisan kedua bangunan di Qianmen.

Sebenarnya restoran ini sudah punya satu cabang tidak jauh dari situ. Yakni, sebuah bangunan besar 7 lantai yang setiap lantai selalu penuh dengan orang yang makan bebek. Saya juga sering membawa keluarga makan di sini. Kelebihannya: kita mendapat sertifikat yang berisi pemberitahuan bebek ke berapa yang kita makan hari itu. Bebek yang saya makan hari itu, misalnya, adalah bebek yang ke 1.684.356.245. Artinya, sampai hari itu sudah 1,6 miliar lebih bebek yang oleh manusia tidak dihargai perikebebekannya.

Tentu saya tidak pernah bertanya, apakah benar bebek yang saya makan itu adalah bebek yang ke 1.684.356.245? Saya takut dianggap tidak percaya lalu disuruh menghitung sendiri. Angka yang saya tulis itu pun tidak perlu Anda tanyakan keakuratannya. Sertifikat asli saya sudah hilang. Saya hanya ingat angka-angka depannya. Kalau tidak percaya, Anda terpaksa membantu menemukan kembali sertifikat saya.
Pesatnya Perkembangan Turisme Kota Beijing (2)

Tiongkok berhasil memajukan Beijing menjadi serba modern. Tapi, untuk urusan wisata alam, Indonesia tak kalah menariknya. Inilah yang membuat warga Tiongkok bernafsu untuk melancong ke Indonesia. Garuda menangkap kondisi ini dengan akan meningkatkan frekuensi penerbangan Jakarta-Shanghai dan Jakarta-Beijing menjadi setiap hari.

”BEIJING baru” telah membuat sikap orang Beijing berubah. Kalau dulu terbiasa naik sepeda dan gerobak, kini sudah harus hidup dengan fasilitas serbadigital dan eskalator. Perokok berat (yang antara lain juga membuat kota kotor) menurun drastis karena terlalu banyak tempat ”dilarang merokok”. Kebiasaan berdahak dan meludah tidak terlihat lagi di jalan-jalan dan tempat umum. Toilet-toilet yang dulu berbau menyengat tiba-tiba lenyap.

Bus kotanya bagus-bagus dan bersih. Sistem karcisnya juga digital. Sistem kereta bawah tanahnya sudah meluas bersilang-silang ke seluruh penjuru kota. Petunjuk jalan di stasiun bawah tanahnya serbadigital. Petanya digital. Iklan-iklan di dalam kereta bawah tanah itu hanya ada iklan digital.

Kalau dulu hanya ada satu lin, kini kereta bawah tanahnya sudah 10 lin. Dari 10 lin itu tinggal satu yang tidak serbadigital. Yakni, lin timur-barat yang melewati Tian An Men. Maklum, inilah lin yang pertama dibangun 30 tahunan lalu. Tapi, 9 jurusan lainnya sudah serbadigital dan tangganya sudah eskalator semua. Saya yang 10 tahun lalu merasa lebih modern dari mereka, kini harus banyak bertanya tentang cara membeli karcis di mesin-mesin yang tidak bisa diajak bicara itu. Saya sudah kalah dengan orang-orang kampung yang dulu menarik gerobak itu.

Maka, kalau dulu orang Beijing sangat memimpikan pergi ke Singapura untuk bisa merasakan kehidupan yang modern, kini berubah total. Pikiran seperti itu sudah dianggap masa lalu. Mereka sendiri sehari-hari sudah berada di kehidupan itu sekarang. Orang Beijing sudah semakin tidak tertarik ke Singapura. Orang-orang Tiongkok di luar Beijing pun, misalnya yang di wilayah selatan, akan kian mimpi ke Beijing daripada ke Singapura.

Perayaan 1 Oktober lalu, misalnya, ternyata telah membuat orang Tiongkok begitu bermimpi ingin melihat Beijing. Perayaan yang isinya perpaduan antara kekuatan militer dan kekuatan hiburan itu memang dikemas sangat entertainment. Lalu harus disiarkan secara langsung di semua channel televisi. Bahkan, selama penyiaran perayaan itu sehari semalam, tidak boleh ada iklan sama sekali. Hari itu semua stasiun tv yang memang dimiliki negara, harus mengabdi sepenuhnya kepada negara. Pemerintah komunis Tiongkok sadar benar peran dan kekuatan media massa dalam memobilisasi emosi dan mengaduk-aduk perasaan. Termasuk membangkitkan perasaan ai guo –cinta negara.

Dan berhasil. Sebagaimana yang dilakukan selama Olimpiade tahun lalu, upaya membangun kebanggaan rakyat melalui pengerahan televisi bukan main dampaknya. Keesokan harinya, setelah Kota Beijing ditutup satu hari untuk perayaan itu, Beijing kebanjiran turis sembilan hari. Di kawasan sekitar Tian An Men, tempat yang sangat populer dalam siaran masal televisi itu, padat manusia. Mereka ingin melihat langsung apa yang mereka lihat di televisi sehari sebelumnya. Apalagi semua yang diparadekan masih dipamerkan di sana. Termasuk dua vtron raksasa masih terus memutar video rekaman parade itu.

Meski penyiarannya dipaksakan oleh pemerintah, siaran itu sendiri memang sangat layak ditonton. Kalaupun ada tv yang dibolehkan menyiarkan acara lain, tidak akan ditonton orang. Parade itu sendiri, dan hiburan pada malam harinya, sangat layak dikagumi: serbaindah dan serbakolosal. Penari, penyanyi, bintang film, pemain kungfu, dan kekuatan persenjataan terbaik yang dimiliki negara memang dikerahkan habis-habisan. Termasuk Peng Li Yuan, penyanyi yang sampai mendapat pangkat tituler brigjen, yang kini menjadi istri Xi Jinping. Xi Jinping adalah wakil presiden Tiongkok yang tiga tahun mendatang hampir dipastikan menjabat presiden menggantikan Hu Jintao.

Perayaan seperti itu memang hanya boleh dilakukan 10 tahun sekali. Karena itu, sangat emosional. Apalagi, bersamaan dengan kebangkitan Tiongkok dari negara gagal ekonomi (lebih rendah dari status negara sangat miskin) menjadi superpower seperti sekarang.

Di satu pihak apa yang terjadi di Beijing pekan lalu, kian membuat kita tertinggal. Tapi, di pihak lain ada pula kesempatan. Yakni, ketika mereka sudah kian makmur dan tidak lagi tertarik ke Singapura. Saatnya kita mengisap turis mereka ke Indonesia. Minat mereka melihat Indonesia sudah kian besar. Apalagi, ke Bali dan Jogja. Sebuah kekayaan alam yang tidak akan bisa dimiliki Beijing sampai kapan pun.

Tinggal bagaimana usaha keras kita mengalihkan turis Tiongkok yang kian lama, kian banyak jumlahnya itu. Saya bangga bahwa Garuda mulai melangkah maju. Bahkan, pekan lalu Garuda menjadi berita penting di koran terbesar Hongkong. Judulnya begini: Garuda telah memberi pelajaran pada perusahaan penerbangan Tiongkok.

Isinya menceritakan bagaimana manajemen baru Garuda di bawah Dirut Emirsyah Satar telah melakukan perombakan yang membuat Garuda dari berantakan dan rugi besar menjadi perusahaan berlaba. Lalu mampu menambah pesawat-pesawat baru dari jenis Airbus 330 dan Boeing 737-800. Lalu bisa membuka rute baru di dalam negeri dan luar negeri. Termasuk akan menambah penerbangan Jakarta-Shanghai dan Jakarta-Beijing menjadi setiap hari. Satar juga tahu bahwa turis dari Tiongkok kian meledak saja dan tahun ini mencapai 48 juta orang. Dari jumlah itu baru 250.000 yang ke Indonesia.

Dengan menampilkan Satar itu, kelihatannya koran terbesar di Hongkong tersebut ingin mengkritik pemerintah Tiongkok dengan cara halus. Misalnya, ketika menulis bagaimana Satar berani mengurangi jumlah karyawan Garuda dari 6.000 menjadi 5.000. Keberanian seperti inilah yang tidak dimiliki perusahaan penerbangan Tiongkok, sehingga dua tahun terakhir banyak yang rugi besar. Koran itu mengkritik, bagaimana panggabungan China Eastern Airlines (Dongfang) dengan Shanghai Airlines akhir tahun ini nanti tidak diikuti restrukturisasi karyawan yang jumlahnya mencapai 52.000. Bagaimana pemerintah Tiongkok telah menjanjikan tidak adanya PHK itu hanya demi terjaminnya lapangan kerja mereka.

Koran itu juga menulis, bagaimana Satar berani mengajukan syarat khusus kepada menteri perhubungan ketika dia akan diangkat menjadi CEO Garuda pada 2004 dulu. Syarat itu adalah, agar pemerintah tidak mencampuri penetapan rute mana yang harus diterbangi dan rute mana yang harus dihapus. Satar juga minta agar boleh melakukan apa saja untuk membuat perusahaan bisa laba. Ini, kata koran tersebut, bisa dijadikan pelajaran bagi Tiongkok untuk memperbaiki perusahaan penerbangannya.

Persaingan antarnegara, bahkan antarkota, memang kian keras. Diperlukan orang-orang seperti Emirsyah lebih banyak lagi. Saya yakin, Indonesia akan punya hubungan ekonomi yang kuat dan saling menguntungkan dengan Tiongkok. Tinggal bagaimana kita memanfaatkannya. Dan, Indonesia akan maju, mengalahkan negara-negara seperti Thailand, Filipna, Malaysia, dan Vietnam dalam waktu tujuh tahun ke depan

Kategori:Uncategorized
  1. Belum ada komentar.
  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar